Old school Swatch Watches
A



RATIH

Sudah cukup absolutist Ratih menunggu Tom. Setengah jam lebih. Sebelum akhirnya Tom tiba dan datang menemui Ratih yang sedang duduk di sofa, di lounge sebuah auberge bintang lima di kota Jakarta. Mereka akan mendiskusikan masalah account tahunan dari bagian Treasury yang harus dikerjakan Ratih. Seperti diketahui, Tom atau nama panjangnya Tommy Hudson yang berkebangsaan Inggris adalah Treasury Head dan Ratih adalah Assemblage Manager pada bagian Treasury sebuah Cabang Bank Asing di Jakarta. Agar lebih santai mereka bersepakat untuk bertemu setelah jam kantor di auberge tersebut untuk mendiskusikan masalah account tersebut.

Tom muncul dengan penampilan yang absorbing abscessed itu, membuat Ratih agak terpesona. Tom mengenakan kemeja favoritnya. Penampilan Tom abscessed ini benar-benar membuat Ratih menilainya lebih dari orang-orang yang lalu lalang di depan situ sepanjang abscessed ini. Tom tersenyum menyapa Ratih, mereka berjabat tangan seperti umumnya dua orang profesional yang akan membicarakan masalah bisnis. Tom duduk di depan Ratih, lalu setelah sedikit berbasa-basi, mereka membuka map masing-masing dan mulai membicarakan angka-angka. Tom benar-benar menguasai bidangnya, sehingga sejujurnya Ratih perlu berpikir keras untuk bisa mengimbanginya dan mencari celah-celah yang bisa menguntungkan assemblage yang dipimpin Ratih dalam hal pengalokasian biaya.

Namun sepanjang pembicaraan, Ratih sering memergoki mata Tom tidak selalu menatap kertas-kertas kerja mereka. Pandangan Tom sering mengarah ke tempat-tempat lain di tubuh Ratih. (Sekedar informasi agar pembaca lebih mudah menghayati cerita ini, Ratih memiliki tinggi badan 156 cm, berat badan 49 kg, bentuk badan slender, tidak serba mungil, rambut pendek seleher, dengan wajah blasteran Cina-Jepang, Ratih juga mengenakan kacamata minus). Abscessed itu Ratih mengenakan blazer biru muda dan rok mini dengan warna yang sama. Di balik blazer itu, Ratih mengenakan kaos ketat berwarna kuning, yang membuat kecerahan warna kulitnya lebih menonjol.

Ratih sering memergoki pandangan Tom mengarah ke paha dan tungkainya yang putih mulus itu. Kadang-kadang mata nakalnya yang genit itu juga sering terarah pada leher dan kaos Ratih yang mungkin memang cukup ketat, meski masih tertutup blazer. Pada satu saat, pandangan mata mereka bertemu. Ratih mengerutkan dahi dan Tom malah tersenyum nakal.

“Kok kayaknya kita tidak terlalu serius membicarakan ini?”, tanya Ratih.

“Agak sulit untuk serius dengan kondisi seperti ini”, jawab Tom sambil terus menatap ke dalam mata Ratih.

“Yah…, lantas kita mesti gimana?”, tanya Ratih lagi.

“Mungkin kita tunda sampai besok pagi, sekarang sudah di luar jam kerja kan?”, jawab Tom enteng.

“Baik.., ide bagus, kalau begitu kita pulang saja”, jawab Ratih sambil mengemasi kertas-kertas kerjanya dari meja kecil itu.

“Atau mungkin bisa kita bicarakan secara agak santai sambil makan malam?”, ajak Tom.

Ratih sempat terpikir akan apa yang ada di otak Tom waktu itu, namun demi karirnya, Ratih memilih untuk membuang pikiran itu jauh-jauh. Namun Tom tersenyum manis sambil mengangkat bahu.

“Gimana?”, tanyanya sambil tetap menyunggingkan senyum, memancarkan daya tariknya.

“Hm…, terserahlah”, akhirnya jawab Ratih setelah cukup absolutist menimbang-nimbang.

Tom mengajak Ratih untuk naik ke mobilnya. Mobil kantor yang selama ini dipakainya sehari-hari. Ratih menyukai suasana di dalamnya. Benar-benar menggambarkan kepribadian Tom, kepribadian khas seorang pria yang berasal dari Inggris. Ratih memandangi sudut-sudutnya, dan mengagumi selera Tom. Sepanjang jalan, mereka tidak banyak berbicara. Ratih mengamati Tom yang sedang memegang kemudi. Wajah, tubuh, otot-otot dan cara Tom berpakaian, hmm…, sangat mengesankan. Ups! Ratih buru-buru memandang ke depan ketika Tom tiba-tiba menengok ke arahnya. Dari sudut mata, Ratih dapat melihat bahwa Tom tersenyum nakal karena memergoki Ratih mencuri pandang ke arah Tom. Dan naluri pria Tom mengetahui bahwa Ratih sedang mengaguminya. Lalu Tom kembali memandang ke jalan sambil tersenyum puas merasa menang.

Setelah mereka tiba di sebuah auberge berbintang tiga yang terkenal akan restorannya yang baik, mereka turun dari mobil. Tom membukakan pintu untuk Ratih. Entah sengaja atau tidak, mereka bertabrakan. Dada Ratih bersentuhan dengan lengan Tom, dan mereka masing-masing bukan tidak tahu itu. Ratih mencoba untuk tetap air-conditioned namun Tom tersenyum, seolah-olah tahu bahwa kedua putik di ujung dada Ratih sedang agak menegang karena bersentuhan dengan lengannya tadi. Lalu mereka berjalan masuk.

“Hm, apakah kita makan di Coffee Shop atau memesan allowance account saja?”, tanya Tom ketika mereka memasuki lobby.

Sejujurnya, Ratih menyukai cara pendekatan Tom yang bendable namun terarah itu. Tanpa banyak berpikir, Ratih hanya menjawab singkat, “Terserah kamu saja”. Ratih mengucapkan kalimat itu sambil melirik ke mata Tom dan sedikit menyipitkan mata, memberi tanda setuju dengan apa yang Tom pikirkan. Lagi-lagi Tom tersenyum nakal menggemaskan.

Lalu Tom segera mendatangi meja resepsionis untuk check-in. Kamar yang mereka tempati tidak terlalu luas, meski cukup mewah untuk ukuran auberge berbintang tiga. Sebuah ranjang baron admeasurement tertata rapi menghadap ke set televisi. Dinding di belakang set televisi itu dilapisi oleh cermin sepenuh tembok, sehingga ruangan itu terkesan lebih luas. Secara refleks, Ratih melirik ke cermin itu, dan merapikan poni di dahinya serta membetulkan letak kacamatanya dengan jari tengah. Tom melemparkan tubuh tegapnya ke ranjang dan mengamati Ratih yang sedang bercermin.

“Kamu mau pesan apa?”, tanya Tom sambil mengangkat gagang telepon di meja kecil di samping ranjang.

“Apa kamu mau langsung makan?”, jawab Ratih sambil memandangnya dari cermin.

Tom terdiam karena tidak mengharapkan reaksi Ratih yang begitu direct. Ratih membalikkan tubuhnya dan menatap ke mata Tom. Dengan pelahan Ratih membuka satu persatu kancing blazernya, sambil melangkah mendekati ranjang. Setelah semua kancing blazernya terbuka, Ratih menaikkan lutut kirinya ke atas ranjang, dan menurunkan blazernya hingga kedua bahunya terlihat karena kaosnya yang sangat ketat itu berpotongan tanpa lengan. Mata Ratih menatap ke arah Tom sambil sedikit menyipit.

Secara refleks, Tom mulai membuka satu-persatu kancing kemejanya, sedikit demi sedikit menampakkan dadanya yang bidang, tegap menggairahkan. Lalu dengan gerakan yang amat cepat, Tom melepaskan kemejanya dan melemparkannya ke samping, lalu bangkit dan menabrak tubuh Ratih, memeluk, dan menghujankan ciuman-ciuman hangat ke leher dan rahang Ratih. Ratih menengadahkan kepala menikmati ciuman Tom yang hangat dan bertubi-tubi itu. Tom menarik lepas blazer Ratih dan melemparkannya ke sudut ruangan, tangan Tom juga menarik kaos Ratih ke atas dan melepaskannya dari tubuh Ratih yang mulai berkeringat. Lalu Tom menarik Ratih hingga kini rebah telentang di ranjang besar itu.

Ratih menyukai cara Tom itu, dan dia begitu menikmatinya. Ratih hanya telentang di ranjang itu dan pasrah sepenuhnya pada Tom. Menatap Tom yang kini sedang berdiri di dekat ranjang sambil mengawasi tubuh Ratih yang telentang dengan hanya bra putih dan rok mini yang agak tersingkap ke atas. Ratih memandang Tom dengan setengah terpejam dan jari-jarinya bergerak ke bibir Ratih, merabanya, dan turun pelan-pelan ke leher, ke dada, mengait bagian leher kaosnya dan menariknya sedikit. Tangan Ratih yang lain bergerak mengusap pinggangnya, bergerak ke tengah dan berhenti di bawah gesper sabuknya. Tom segera bereaksi, naik ke ranjang dan mulutnya mulai menjelajahi wajah Ratih. Tangan Ratih bergerak untuk melepaskan kacamatanya, Tom menggerakkan hidungnya menelusuri telinga kiri Ratih, menurun ke leher Ratih.

“Aduuuhh…, aahh…, ssshh”, Ratih kegelian hingga agak menggelinjang dan mengangkat bahu kirinya yang segera dijilati oleh Tom. Hangat dan lembabnya lidah Tom terasa begitu nikmat, membuat Ratih kian pasrah saja. Tom menarik tali bra Ratih ke bawah agar lidahnya lebih leluasa menjilati pundak Ratih yang halus mulus, bulu kuduk Ratih berdiri semakin tegak merasakan itu semua. Tom semakin bergairah, kedua tangannya membuka kaitan bra Ratih yang ada di bagian depan. Dan terlihatlah olehnya kedua bukit payudara Ratih yang tidak terlalu besar, namun kencang berwarna kuning cerah. Di puncaknya terdapat dua tonjolan kecil merah jambu yang dikelilingi lingkaran coklat muda.

Untuk beberapa detik Tom terdiam menyaksikannya. Ratih hanya dapat menatapnya dengan pandangan meminta, menatap tegapnya tubuh Tom inci demi inci dan membayangkannya melekat, menyatu dengan tubuhnya. Dengan mata yang terfokus pada wajah Ratih, kedua tangan Tom mulai bergerak menyentuh kedua payudara Ratih, mengusap, meraba dan meremasnya dengan lembut. Jari-jari Tom dengan halus bergerak-gerak di atasnya, melingkar-lingkar tanpa menyentuh putingnya. Ratih makin menyipitkan matanya dan memandang mata Tom dengan memelas.

“Aughh.., aughh”, Ratih merintih lirih. Tom menanggapinya dengan cara meletakkan bibirnya melingkupi puting kiri Ratih. Membuat Ratih agak terhenyak dan menggeliat keras, namun kedua lengan Tom memeluk pinggang Ratih dan menahannya bergerak lebih jauh. Kini mulut Tom dengan pelahan namun tegas segera memainkan puting kiri Ratih. Lidahnya mengait-ngaitnya, bibirnya mengisap-isapnya.

“Ngghh…, aahh…, Tooomm”, Ratih merintih lirih sambil menyebut nama Tom. Mulut Tom menarik puting kiri Ratih dan membiarkannya terlepas. Tom dapat melihatnya menjadi bersemu merah dan tegak mengacung ke depan. Puas dengan karyanya itu, Tom beralih ke puting kanan Ratih, menciumnya dan menggigitnya dengan lembut dan perlahan-lahan.

“Akhh…, hhmm”, Ratih kembali mengerang-ngerang ketika merasakan puting kanannya mendapat jilatan dan isapan Tom, sementara puting kirinya yang telah membengkak itu berada di antara telunjuk dan ibu jari Tom yang memilin-milinnya pelan. Kedua alis mata Ratih seperti menyatu di tengah keningnya yang mengerut, kedua matanya terpejam rapat, gigi Ratih terkatup namun bibirnya setengah terbuka, mendesah dan mengerang menahan rasa geli bercampur nikmat yang datang bertubi-tubi pada bagian badannya yang batten sensitif itu. Tom mulai merasakan betapa puting kanan Ratih mulai menegang dan mengeras di dalam mulutnya yang dengan rakus mengisap-isapnya. Rintihan dan erangan Ratih terdengar memenuhi ruangan.

Tiba-tiba Tom menarik tubuh Ratih hingga terduduk. Tom duduk di belakang tubuh Ratih sambil mulutnya menjilati bahu dan leher Ratih yang halus. Ibu jari tangan kanan Tom menjentik-jentik puting kanan Ratih sementara telunjuknya bermain di puting kiri Ratih, membuat Ratih kian tak mampu menahan birahi. Apalagi ketika tangan kiri Tom menarik rok mini Ratih ke atas, lalu menyelip di balik celana dalamnya. Dengan segera telunjuk kiri Tom menemukan bibir kewanitaan Ratih yang telah lembab, lalu jari nakal Tom itu bergerak seperti mencungkil-cungkil, menggosok bibir kewanitaan Ratih, dan menjentik-jentik tonjolan kecil di atasnya. Ratih menggeliat-geliat tak karuan menahan semuanya. Rasanya sulit untuk bernafas. Mata Ratih terbuka sedikit, dan dari cermin di dinding itu Ratih bisa melihat betapa rakusnya Tom mempermainkan tubuhnya yang sudah hampir tanpa daya itu.

“Ohh…, aahh…, aduuuhh”, Ratih hanya bisa merintih sekenanya untuk bertahan dari serangan-serangan birahi Tom. Tanpa Ratih duga sebelumnya, jari tengah tangan kiri Tom menyusup masuk ke liang kewanitaannya, “Ehgggg….”, Ratih menjerit tertahan ketika merasakan sesuatu memasuki tubuhnya lewat tempat sensitif itu. Tom semakin buas, jarinya bergerak berputar-putar di dalam liang kewanitaan Ratih, sementara tangan kanan Tom terus meremas-remas payudara Ratih yang kini terasa ngilu namun nikmat.

Ratih menyandarkan kepalanya di dada Tom, tubuhnya bergetar tak kuat menahan birahi. Tangan Ratih bergerak ke atas dan memeluk leher Tom. Rupanya mereka sudah sama-sama menginginkannya, Tom segera menghempaskan tubuh Ratih hingga kembali telentang di ranjang. Dengan gerakan sigap Tom menyingkapkan rok mini Ratih, mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, dan menyingkap celana dalam Ratih ke samping. Tangan Tom membimbing penisnya yang besar dan panjang itu menyentuh bibir vagina Ratih yang telah dibanjiri cairan pelumas, lalu dengan segenap kekuatan Tom menekan penisnya dalam-dalam.

“Aduhh…, aahh…, eeennngg…, ooooohh”, jerit Ratih ketika merasakan terobosan penis Tom ke dalam vaginanya. Tom segera menggerakkan tubuhnya dengan cepat maju mundur, membiarkan penisnya menggosok dinding vagina Ratih dengan kencang dan bertenaga. Kedua tangan Tom dengan gemas terus meremas payudara Ratih sambil memilin-milin putingnya. Ratih hanya bisa merintih dan mengerang keras-keras, kepala Ratih terlempar ke kiri dan kanan merasakan sodokan-sodokan penis Tom yang membuatnya lupa diri karena digempur kenikmatan yang begitu luar biasa. Gerakan-gerakan Tom kian cepat hingga tubuh Ratih terhentak-hentak. Matanya terpejam-pejam tak mampu menahan kenikmatan yang luar biasa ini. Kedua tangan Ratih mencengkeram bantal di bawah kepalanya.

“Aaduuhh…, enaakkk…, ssekaallii…, Toom”, Ratih benar-benar tak mampu menahannya lagi, terlalu nikmat. Ratih dapat merasakan dinding kewanitaannya kian licin karena cairan pelumas makin banyak membanjirinya. Namun di situ penis tetap dengan perkasanya mengikis dinding-dindingnya. Ratih meringis keenakan sementara Tom terus saja menghunjam-hunjamkan penisnya yang amat besar dan keras itu ke dalam vagina Ratih, sambil meremas kedua payudaranya dan menatap wajah Ratih yang kini berekspresi menahan nikmat. Ratih tak tahu bagaimana dengan Tom, namun Ratih benar-benar tak mampu lagi bertahan. Gelombang-gelombang kenikmatan terlalu buas menerpa tubuhnya yang kini tak berdaya. Otot-otot kewanitaannya terasa menegang berusaha menjepit kejantanan Tom yang terus saja bergerak keluar masuk.

Akhirnya, sesuatu terasa meledak di seluruh tubuh Ratih. Badannya melengkung, punggungnya terangkat dari ranjang. Untuk sesaat seluruh tubuhnya mengejang. Gigi Ratih bergemeretak menahan hantaman gelombang orgasme itu. Pandangannya seperti kabur dan semuanya tampak putih. Lalu kenikmatan yang begitu intens itu merenggut seluruh energinya. Ratihpun lunglai tak berdaya di tangan Tom. Kini tinggallah Tom yang dengan leluasa dan rileksnya membolak-balik tubuh Ratih. Setelah Tom menumpahkan semuanya ke dalam vagina Ratih, barulah dia berhenti. Lambat laun Ratih mulai pulih. Terlihatlah plafon kamar yang putih dan bertekstur. Seluruh ruangan pun mulai terlihat jelas. Namun kenikmatan itu belum hilang. Kenikmatan di seluruh tubuhnya yang baru saja Tom berikan.

Ratih menengok ke samping dan mendapati Tom terbaring di situ menatap wajah Ratih yang masih tampak kelelahan. Lalu mereka berdua berpelukan erat. Tubuh mereka terasa amat menghangatkan. Lalu mereka terbang ke alam mimpi.
TAMAT

A

FREE SEX
Cerita sex

CIREBON YG PANAS

Cerita ini merupakan lanjutan dari ceritaku yang terdahulu “Cirebon Yang Panas”, dimana aku datang ke

Kota Cirebon untuk menemui pacarku yang bernama Ai

Setelah melepas rindu di siang hari yang panas, sore hari Ai dan teman-teman kost sejawatnya yang dokter umum

ada acara di kantor dinas kesehatan Cirebon

“ikut yuk” ajak Ai kepadaku, agar ikut ke acara tersebut

“gak ah, males” balasku, aku pikir ngapain ke acara yang kagak tau ujungnya

“biar mas tunggu di kost aja, tar habis isya, keluar ke Grage” tambahku,Grage merupakan Mall yang terbesar di Cirebon

“ok, klo gitu aku berangkat dulu ya sayang” pamit Ai dengan genitnya

Sore itu jam menunjukkan pukul 15:00 WIB, rasanya gerah sekali padahal tadi sudah mandi setelah bercinta dengan Ai

“mandi dulu ah” kataku, sambil bicara sendiri

waktu keluar kamar, aku berpapasan dengan May yang merupakan penghuni kamar sebelah, yang berprofesi sebagai dokter gigi

May berpawakan seksi dengan tinggi 160cm, dengan payudara 34b, kulit putih bersih dengan rambut panjang lurus

May sudah menikah namun suaminya kerja di Bandung, tiap jum’at sampai minggu suaminya selalu datang ke Cirebon

“sore mas Dito” sapa May dengan ramah

“sore May, kok gak ikut rapat? sapaku sambil bertanya

“ga lah, kan aku dokter gigi, yang ikut kan hanya dokter umum” jawabnya

“O..beda ya, lho suaminya mana” tanyaku lagi

“minggu ini gak datang mas, karena ada tugas keluar kota..huuh padahal lagi kangen-kangennya” jawab May dengan muka agak sedih

“lagi sibuk ya, tapi santai aja kan masih ada minggu depan” jawabku dengan nada menghibur

“enaknya Ai dah di temuin ma pacarnya, apalagi kayak tadi siang” kata May sambil tersenyum

“tadi siang?? tadi siang knapa” tanyaku dengan nada heran

“iya tadi siang, jangan berlaga bego donk mas, tadi siang kan mas ML ma Ai…benerkan?” tanya May sambil senyum-senyum penuh investigasi

“masa sih” jawabku dengan panik, busyet ketahuan dah

“tapi tenang aja mas, gak aku bilangin ke siapa-siapa kok, habis mas klo ML tutup pintunya yang bener” kata May dengan entengnya

“mas aku mau minta tolong nih” kata may sambil pegang tanganku

“minta tolong apa May?” jawabku dengan heran

” ayo masuk dulu mas” jawab dia sambil menarik diriku masuk ke kamarnya

Ternyata kamar kost May sangat bersih dan rapi terus terlihat lebih lapang daripada kamar yang ditempati Ai

walaupun ukuran kamarnya sama yaitu 3×4 dan diatas meja kecil terdapat foto suaminya dan foto pernikahan May

“gini mas, kan mas tahu kalau sekarang suami May gak bisa datang” kata May

“trus” jawabku

“padahal May lagi kangen-kangennya, May pingin ML ma suami May mas” jelasnya dengan mimik muka melas

“lha bukannya minggu kemarin dah ML” jawabku

“enggak, minggu kemarin aku lagi mens, jadi ya ga ML” kata May

“trus apa hubungannya ma aku May?” aku bertanya dengan tampang bloon dan gak punya dosa

“ya…aku mau mas Dito jadi pengganti suamiku sementara, mau ga?” jawab May

“wah kayak dapat durian jatuh nih, diajak ML sama cewek seksi lagi” pikirku, trus dengan tegas aku jawab “mau”

Langsung saja May memelukku dengan mesra, kami saling menatap dan kudekatkan bibirku tanpa basa-basi May melumat

bibirku dengan nafsunya yang kemudian kulingkarkan tanganku pada tubuhnya, kuraba badannya terus turun kebawah

akhirnya sampai dengan pantatnya lalu kuremas aja pantat yang seksi ini

“mmmm…mmm..” desah May sambil terus berciuman

setelah FK beberapa lama kudorong tubuh May ke pintu kamar, dengan cekatan tanganku melepas celana pendek

dan celana dalamnya lalu terlihat bentuk vagina yang indah berwarna pink di selimuti rambut-rambut yang halus

segera aku cium dan belai dengan lidah

“mmmmhhh…aaah..” desah May

“enak mas…aaah” May berkata pelah dengan meendesah

mendengar kata itu langsung kulanjutkan aksiku dengan menaikkan tempo iramanya sambil diselingi gigitan-gigitan kecil di daerah klitoris

tak selang berapa menit kemudian paha May mengapit erat kepalaku, sehingga mendorong lebih masuk dan mukaku menempel erat di vaginanya

maka lidahku yang sebelumnya hanya bermain-main di dinding luar vagina malah masuk kedalamnya yang dimana malah menambah rangsangannya

begitu nikmat

“aaah…aaah..aaah” suara desahan May makin gak karuan

“aaah..aah…aaaaaaaggghhh hhh” desahan yang panjang diiringi dengan tubuh yang mengejang

setelah itu kami rebahan di kasur dengan tubuh May berada di dadaku

“sayang kamu hebat banget” kata May

“sayang?” tanyaku heran

“iya sayangku…mau kan sekarang menjadi pacarku?” rayu dia

“mmmm….boleh aja, knapa ga” jawabku dengan enteng

wah mimpi apa aku semalam, dalam satu hari dapat bercinta dengan 2 orang dokter-dokter yang cantik, apalagi salah satunya cewek yang tinggi

, seksi, bening, dan rambut panjang lurus, bukannya Ai tidak seksi, Ai termasuk cewek yang seksi, bening namun memakai jilbab sehingga

rambutnya tertutup jilbab.

ya, cewek seksi dan keren yang dimana mempunyai rambut panjang nan lurus merupakan kesukaanku

setelah beberapa menit istirahat untuk memulihkan tenaga, kemudian May mulai melorot celana pendek yang aku pakai

“hihihi…” May ketawa kecil

“kenapa” pikirku heran

“punya yayang Dito lebih kecil daripada punya bang Aji” kata May, sambil bandingkan ukuran penisku dengan punya suaminya

memang ukuran penisku hanya kisaran 12cm beda dengan kepunyaan punya suami May, yang katanya ukurannya 15cm

“biarin, jangan salah kecil-kecil gini cabe rawit rasanya” kataku dengan kesal

“maaf..maaf ya sayang” jawab May dengan senyuman mautnya, yang kemudian May mulai gerilya dengan mulutnya melawan penisku

“aaah…wow enak May” kataku sambil merasakan serangan mulut May ke penisku

“mmmm…mmmm” suara May saat emut penisku

“wow..aaah…May stop May…aaah” cegahku, rasanya dah mau meledak karena serangan May yang begitu brutal

“aagghhh…crot…crot” desahku merasakan orgasme, kukeluarkan sperma di dalam mulutnya

“eemmmhhh…enak rasanya manis, beda dengan punya bang Aji asin rasanya” kata May sambil telan spermaku

lalu kutarik tubuh May keatas sampai posisi duduk diatas dadaku, posisi woman on top

“wow ternyata penis sayang dah bangun lagi ya?” tanya May dengan heran

“hehehe…tadi kan kena toket, jadi bangun lagi” jawabku

“dasar mesum” canda May

May mulai memasukkan penisku kedalam vaginanya dengan tangan pelan-pelan, sampai setengahnya langsung kusentakkan masuk

hingga mentok

“aaaah…” desah May kaget

“gila vagina May ternyata masih menggigit, sempit, dan hangat” pikirku padahal ukuran penis suaminya lebih besar daripada

ukuran penisku

lalu mulailah May bergerak naik turun mulai tempo pelan sampai tempo tinggi

“aaaah…aaahh…aaaahh” desah May sambil gerak naik turun

kuikuti irama gerakan May naik turun sambil aku pegang kedua payudaranya, kuremas-remas, pelintir-pelintir pentil

“aaah…aaaah…enak aaah…sayang enak…aaaah” kata May sambil mendesah yang, mulai tidak teratur

5 menit kemudian tubuh May mengejang yang menandakan sedang orgasme

“aaaaggggghhhhh…..haah…haa ah” jerit May pelan sambil mengejang

lalu kuposisikan tubuhku duduk dengan memeluk tubuh May yang mana duduk diatas pahaku dengan kaki melingkar di pinggulku

sambil kuciumi bibirnya yang mungil, kubisikkan “enakka?..sekarang goyangkan pantatmu”

kemudian May menggoyangkan pantatnya pelan

“haaah…aaah…aaah” desah May

2 menit kemudian aku bisikkan lagi “lebih cepat May…aaah..”

yang dimana kemudian May mempercepat gerakkannya “aaah…aaah…aaah” desahnya

“aaah…mmmmhh…aaah sayang..aaah” desahnya sambil mencium mulutku

“aaahh…mau keluar May” tanyaku yang dimana kurasakan vaginanya mulai menjepit erat

“aaah…aaah…sayang…aa ahh” May hanya mendesah tanpa bisa menjawab pertanyaanku

“aaahh..aaaah…aaaaaagggghhh. ..mmmm….mmmm” jerit May sambil tubuhnya mengejang

tubuh May roboh kebelakang, dimana posisi kakinya masih ngangkang dan penisku masih dalam vaginanya

langsung aja aku genjot, tanpa menunggu May memulihkan tenaga

“aaah..aaah…aaah” May mendesah dengan pasrah karena tenaganya belum pulih

dengan pelan-pelan kurobah posisi dari tegak ke posisi rebahan menindih tubuh May, dapat kurasakan gerakan payudaranya

menggesek dadaku sangat enak rasanya

tak lama kemudian kurasakan vaginanya mulai menjepit penis yang dimana sebentar lagi may Orgasme

“aaahh…sayaang..aah…aaaagg gghhhh” teriak May pelan

sambil tubuh May mengejang gara-gara orgasme, tidak ada tanda-tanda aku stop genjotanku

“aah..aah..enak?” tanyaku

“mmm…aaaah…enak…aaaa h” jawab May

5 kemudian kurasakan lagi vagina May mulai menjepit, kepercepat goyanganku, semakin keras jepitan vaginanya

rasa yang kurasakan tidak terbayang enaknya, akhirnya akupun merasakan mau ikutan meledak

“aaah..aah..aku mau keluar sayang…” desahku

“aaahh…aaaah….aku juga…aaah..aaahhh” jawab May

mau kucabut penisku tapi rasanya sulit gara-gara jepitan vaginanya dan jepitan paha May yang erat

“aaahh…aaahhh…aaaaaggghhh. ..hah…haah” teriak May

“aaaggghhh…crot…crot” teriakku pelan

kukeluarkan semua spermaku di dalam vaginanya yang dimana resikonya bisa hamil

“…kamu hebat sayang..beda dengan suamiku yang hanya kasih kepuasan sekali..”kata May dengan mimik puas

“makasih…sayang…” jawabku

dari sini aku telah ambil pelajaran yang cukup berharga bahwa “SIZE DOESN’T MATTER, THE MOST IMPORTANT IS QUALITY OF SEX